ME


Autobiografi // Tugas Mata Kuliah Etika dan Kepribadian semester  V

Lahir

Terlahir setahun sebelum Milenium kedua kalender masehi berakhir, saya telah melalui krisis tahun 1998 dan Peristiwa 9/11. Namun, saya masih terlalu kecil untuk merasakan dampaknya secara langsung. Kemudian, saya tumbuh dan berkembang dengan dimanjakan oleh teknologi-teknologi yang mengakibatkan arus globalisasi yang pesat. Dari peristiwa-peristiwa tersebut, secara umum orang-orang sudah bisa membaca dan menyimpulkan watak dan kepribadian saya karena peristiwa-peristiwa tersebut memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan watak dan kepribadian seseorang, mulai dari cara seseorang memotivasi dirinya, beinteraksi dengan lingkungan disekitarnya, hingga kepercayaannya terhadap sosok sang pencipta. Namun, disamping peristiwa-peristiwa global tersebut, juga terdapat beberapa kejadian disekitar saya yang turut membentuk watak dan kepribadian saya. Oleh karena itu, saya akan menceritakan kejadian-kejadian tersebut.


Masa kecil

Setelah saya lahir, kedua orang tua saya menamai saya Fadhal Muhammad. Saya lahir sebagai anak pertama dari pasangan Fridawati Ramli dan Hamsir tepatnya pada 19 April 1999. Berbeda dengan kedua adik saya, saya dilahirkan di desa yang juga merupakan desa kelahiran kedua orang tua saya yaitu Desa Labunti, Kabupaten Muna, di tenggara pulau Sulawesi.
 Masa kecil saya jalani di Kota Kendari. Kehidupan saya cukup sederhana, sama seperti anak dari PNS lainnya. Penghasilan kedua orang tua saya sebagai guru terbilang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami namun tidak dapat dikatakan mewah.  Saya tidak dimanjakan dengan permainan konsol, sehingga untuk bermain saya harus keluar rumah bermain di lapangan bersama anak-anak lainnya.
Sejak kecil saya memang sangat aktif dan kritis, sehingga tak sering saya dikucilkan karena terlalu banyak memprotes saat bermain. Namun, keaktifan tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan fisik yang saya miliki, sehingga saya sering kalah saat bermain enggo sembunyi, benteng, dan asin. Bahkan saya juga sering jatuh sakit karena kebanyakan bermain.
Masa kecil saya semakin berwarna ketika orang tua saya membeli televisi beserta VCD Player untuk di ruang keluarga. Melalui televisi saya mulai untuk mengidolakan musisi. Waktu itu saya sangat menggemari Agnes Monica. Sampai-sampai saya meminta orang tua saya untuk membelikan CD lagu-lagu Agnes Monica. Melalui Agnes Monica, saya bahkan memutuskan untuk bercita-cita sebagai seorang penari.

Sekolah Dasar

Setelah lulus dari TK Al-Hidayah, Saya menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 16 Baruga. SD tersebut terletak tak jauh dari rumah sehingga saya berjalan kaki untuk pergi dan pulang sekolah. Sayangnya SD saya tidak menyediakan fasilitas untuk menyalurkan minat saya di dunia tari, sehingga saya meninggalkan mimpi itu. Namun saya tetap senang karena bisa bersekolah dan bertemu banyak teman baru.
Di lingkungan baru tentu umum dilakukan perkenalan, begitu pula yang saya alami ketika masuk SD. Waktu itu saya disuruh oleh wali kelas untuk berdiri dan memperkenalkan diri. Saya memperkenalkan nama serta tempat dan tanggal lahir saya. Berbagai reaksi muncul setelah saya menyampaikan tempat lahir saya, ada yang penasaran, bingung, namun ada juga beberapa yang malah menertawakan dan mengolok-olok. Tempat lahir saya memang agak asing jika didengar oleh orang yang bukan berasal dari daerah tersebut. Awalnya saya menganggap olokan tersebut sebagai candaan belaka. Namun terkadang saya merasa minder dan termakan oleh omongan yang mengatakan bahwa saya adalah anak kampung.
Untungnya rasa minder tersebut saya salurkan dengan membuktikan kepada mereka bahwa saya tidak seperti yang mereka katakan. Tentu terdapat hitam putih dari reaksi saya. Saya menumbuhkan jiwa kompetitif dalam diri saya. Contohnya saya sangat aktif di kelas, selalu berusaha mendapatkan nilai terbaik, dan mengikuti banyak kompetisi tingkat SD. Namun jiwa kompetitif tersebut juga merembet ke hal yang lain, seperti selalu ingin berpenampilan yang terbaik dan mudah tergiur untuk memiliki barang yang dimiliki oleh teman-teman saya. Tentu hal tersebut sangat menyulitkan orang tua saya, karena mereka tidak selalu mampu untuk menuruti setiap permintaan saya.


Sekolah Menengah Pertama
Saya lulus SD pada tahun 2011 sebagai lulusan terbaik. Kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 9 Kendari, tempat kedua orang tua saya mengajar. Di sana saya ditempatkan di kelas unggulan. Hal tersebut kembali memicu jiwa kompetitif saya dan menumbuhkan rasa cinta akan ilmu pengetahuan. Hari-hari saya diisi dengan belajar dan berdiskusi bersama teman-teman sekelas saya. Saya juga mengikuti berbagai kompetisi, seperti Olimpiade Sains, Cerdas Cermat, Pidato, hingga menjadi Kader Kesehatan tingkat nasional.
Namun, saya melahirkan permusuhan karena jiwa kompetitif saya yang terkadang tidak sehat. Saya dijauhi oleh beberapa teman saya karena hal tersebut. Akhirnya saya tidak memiliki banyak teman.

Sekolah Menengah Atas

Saya melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Kendari pada tahun 2014, Sekolah yang cukup jauh dari rumah saya dan lingkungan yang benar-benar baru bagi saya. Seiring bertumbuh dewasa, saya sulit menemukan teman karena saya mengalami socially awkwardness apabila bertemu orang baru. Belajar dari kesalahan saya di masa lalu, saya selalu overthinking sebelum, saat, dan setelah bertemu orang baru, entah itu mengenai penampilan saya, gaya bicara saya, topik pembicaraan yang saya angkat dan sebagainya yang akhirnya membuat saya canggung dan tertekan. Akhirnya saya terlihat seperti menutup diri. Namun, kondisi tersebut saya alihkan dengan fokus belajar selama SMA dan waktu luang kebanyakan saya habiskan dengan membaca buku di perpustakaan.
            Selain itu, berada di coming of age saya juga mengalami krisis identitas. Namun saya mengatasinya dengan mendengarkan musik-musik pop seperti Lady Gaga, Madonna, Shinee, Avril Lavigne, Lana Del Rey, dan Paramore serta menonton film-film Hollywood dari berbagi era, mulai dari 70-an, 80-an, 90-an, 00-an, hingga yang terkini. Melalui kegitan tersebut saya dapat meng-explore berbagai macam sudut pandang kehidupan dan mendapat banyak inspirasi. Dampaknya, lingkaran pertemanan saya semakin menyempit karena saya yang semakin edgy. Namun, saya tidak menyesal, karena saya dapat menemukan jati diri saya dan bersahabat hanya dengan orang-orang yang ingin bersahabat dengan saya.
            Kemudian tibalah pada penghujung masa SMA, dimana para siswa harus menentukan bagaimana mereka mau melanjutkan hidupnya sebagai orang dewasa. Termasuk saya. Saat itu saya memilih untuk berkulah. Lantas, berkuliah dimana? Saya belum tahu. Orang tua saya memberi kebebasan untuk memilih dan selalu meyakinkan bahwa mereka akan selalu siap mendukung dimanapun saya berkuliah. Setelah melewati pemikiran panjang, jatuhlah pilihan saya untuk mengambil jurusan Hubungan Internasional di Universitas Gadjah Mada.
            Saya pun mencoba peruntungan melalui jalur bebas tes sembari tetap mempersiapkan diri dengan belajar untuk ikut jalur tes apabila tidak diterima. Dengan nilai saya yang rata-rata sembilan puluh keatas, saya pun sangat percaya diri. Sayangnya saya tidak diterima melalui jalur bebas tes. Saya merasa sangat terpuruk. Namun, saya kembali memotivasi diri saya untuk tidak patah semangat. Akhirnya saya melanjutkan persiapan tes dan kembali mengatur strategi agar bisa berkuliah. Sejujurnya, saya memang agak pesimis untuk bisa diterima melalui jalur tes karena jurusan yang saya pilih adalah jurusan yang difavoritkan. Oleh karena itu, saya mengambil cadangan yaitu PKN Stan dan STIS (kini Polstat). Jadi saya mengikuti tiga tes di tiga kampus yang berbeda.
            Pengumuman dari UGM dan PKN Stan keluar duluan, dan saya dinyatakan lulus keduanya, sementara STIS tersisa satu tahapan lagi. Orang tua saya sangat mendengar bahagia kabar gembira tersebut. Kemudian saya serahkan kepada mereka bagaimana selanjutnya. Setelah melakukan diskusi, akhirnya diputuskan bahwa saya melanjutkan pendidikan di PKN Stan.

Kini

Kini, saya menjalani kuliah tingkat akhir di PKN Stan Program Diploma III Kepabeanan dan Cukai. Berkuliah disini membuka banyak kesempatan bagi saya, salah satunya bisa mengikuti Sabda Nusa dan berkesempatan tampil di Pringgandana dan di Sekertariat Jenderal Kementrian Keuangan RI. Sambil berkuliah saya juga bekerja paruh waktu sebagai guru les Bahasa Inggris .

Comments

Popular Posts